Di pelosok Indonesia, ketika banyak anak masih berjuang untuk mendapatkan akses pendidikan layak, kisah tentang seorang anak desa yang berasal dari Sekolah Rakyat lalu berhasil menjadi sarjana adalah secercah harapan. Kisah ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga menjadi bukti bahwa pendidikan berbasis masyarakat bisa menjadi batu loncatan untuk masa depan yang cerah.
Tokoh dalam kisah ini adalah Rendi Santosa, putra seorang petani dari Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Rendi dulunya belajar di Sekolah Rakyat Wairinding, sebuah sekolah informal berbasis komunitas yang mengandalkan relawan, kurikulum lokal, dan semangat gotong royong, Cerita Inspiratif Siswa Sekolah Rakyat yang Sukses Jadi Sarjana.

1. Awal yang Penuh Keterbatasan
Rendi lahir di sebuah kampung kecil yang bahkan belum dialiri listrik secara stabil. Orang tuanya tidak tamat SD, dan penghasilan keluarga hanya cukup untuk makan sehari-hari. Akses ke sekolah formal terdekat membutuhkan waktu 2 jam jalan kaki melintasi perbukitan. Namun, sejak kecil Rendi menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu bertanya tentang alam, langit, dan angka.
Ketika usia 7 tahun, ibunya mendengar tentang Sekolah Rakyat Wairinding sebuah inisiatif pendidikan gratis yang diadakan oleh para relawan. Meski bukan sekolah formal, sekolah ini membuka kesempatan belajar bagi anak-anak yang tidak mampu.
2. Mengenal Sekolah Rakyat
Di sekolah rakyat, Rendi belajar dengan cara yang sangat berbeda. Ia tidak duduk diam membaca buku semata, tetapi belajar langsung di alam, membuat eksperimen sederhana, belajar membaca dari cerita rakyat, dan matematika dari perdagangan di pasar.
Guru-gurunya adalah mahasiswa, guru honorer, bahkan petani lokal yang terlatih. Tidak ada seragam, tidak ada ujian standar nasional tapi ada cinta, dorongan, dan semangat untuk membuat anak-anak berpikir dan bermimpi.
3. Perjuangan Masuk Sekolah Formal
Setelah tiga tahun di sekolah rakyat, Rendi akhirnya mendapatkan beasiswa untuk masuk sekolah dasar negeri lewat program afirmasi dari pemerintah daerah. Meski terlambat usia dibanding teman-temannya, ia mengejar pelajaran dengan cepat.
Ia membawa semangat yang ia pelajari di Sekolah Rakyat: belajar bukan karena disuruh, tapi karena ingin tahu. Di SMP dan SMA, ia selalu menjadi salah satu siswa terbaik, meski harus tetap membantu orang tuanya di ladang setiap pagi dan sore.
4. Rendi Menjadi Sarjana
Berkat prestasinya dan rekomendasi dari guru-guru, Rendi mendapatkan beasiswa penuh dari sebuah universitas negeri di Yogyakarta, mengambil jurusan Pendidikan Masyarakat.
Empat tahun ia jalani penuh kerja keras, sambil tetap aktif dalam gerakan pendidikan akar rumput. Ia membuat program literasi untuk anak-anak TKI, membangun jaringan relawan pendidikan di kampus, dan akhirnya lulus dengan predikat Cum Laude.
5. Kembali untuk Menginspirasi
Hari ini, Rendi bukan hanya seorang sarjana, tapi juga pendiri lembaga Sekolah Rakyat di tiga desa di NTT. Ia percaya bahwa pendidikan harus bisa diakses siapa saja, tidak peduli status sosial atau jarak geografis.
Ia sering diundang menjadi pembicara, termasuk oleh Kementerian Pendidikan dan organisasi internasional. Namun bagi Rendi, pencapaian terbesarnya adalah ketika seorang anak desa bisa berkata, “Saya ingin jadi seperti Kak Rendi.”
6. Tabel: Perjalanan Hidup Rendi dari Sekolah Rakyat hingga Sarjana
Tahapan | Usia | Peristiwa Penting | Tantangan | Dukungan yang Diterima |
---|---|---|---|---|
Masa kecil di desa | 0–6 tahun | Hidup di keluarga petani, belum sekolah | Tidak ada sekolah terjangkau | Orang tua yang mendukung rasa ingin tahu |
Sekolah Rakyat Wairinding | 7–10 tahun | Belajar informal dari relawan dan tokoh lokal | Fasilitas minim, bukan sekolah formal | Guru relawan, komunitas yang peduli |
SD Negeri lewat beasiswa | 11–13 tahun | Masuk sekolah dasar formal setelah program afirmasi | Tertinggal usia dan kurikulum | Bantuan beasiswa pemerintah daerah |
SMP dan SMA Negeri | 14–18 tahun | Menjadi siswa berprestasi, aktif lomba dan organisasi | Ekonomi keluarga sulit, jauh dari sekolah | Guru inspiratif, dukungan kepala sekolah |
Mahasiswa di Yogyakarta | 19–23 tahun | Studi di universitas negeri, aktif di organisasi pendidikan | Biaya hidup pas-pasan, tinggal di kos sederhana | Beasiswa penuh, teman sebaya yang mendukung |
Lulus & Kembali ke Daerah | 24 tahun | Mendirikan Sekolah Rakyat baru di desanya dan dua desa lain | Infrastruktur minim, minim dukungan pemerintah | Dukungan alumni kampus, donatur, masyarakat lokal |
7. Makna di Balik Kisah Rendi
Kisah Rendi adalah cermin bahwa pendidikan bukan soal bangunan megah, tapi soal niat, semangat, dan orang-orang yang percaya pada perubahan. Sekolah Rakyat mungkin tidak memiliki papan nama, tapi mereka memiliki daya hidup yang menggerakkan anak-anak desa untuk bermimpi.
Cerita ini juga mengingatkan kita bahwa ketimpangan akses pendidikan bisa diatasi dengan pendekatan komunitas, inovasi sosial, dan kemauan untuk hadir bagi mereka yang tertinggal.
Hubungi Kami
Tidak semua anak memiliki kemewahan bersekolah di institusi formal ternama. Namun kisah Rendi menunjukkan bahwa dengan model pendidikan berbasis masyarakat seperti Sekolah Rakyat, anak-anak dari keluarga termiskin sekalipun bisa menjadi sarjana, pemimpin, dan inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Apa yang dibutuhkan bukan hanya uang, tapi sistem yang inklusif, relawan yang peduli, dan kepercayaan bahwa setiap anak punya potensi besar, Jika anda ingin mendapatkan Aplikasi Digital tanpa harus mengeluarkan biaya aplikasi yang mahal, bisa menghubungi kami. Hubungi segera tim kami di nomer ini 085692291276, Cerita Inspiratif Siswa Sekolah Rakyat yang Sukses Jadi Sarjana.